Disadari atau
tidak, penggunaan bahasa akan berubah sesuai dengan kebutuhan penuturnya.
Sebagai contoh, bahasa yang digunakan saat seseorang berpidato atau berceramah
dalam sebuah seminar akan berbeda dengan bahasa yang digunakannya saat
mengobrol atau bercengkrama dengan keluarganya. Bahasa itu akan berubah lagi
saat ia menawar atau membeli sayuran di pasar. Kesesuaian antara bahasa dan
pemakaiannya ini disebut ragam bahasa. Dalam penggunaan bahasa (Indonesia)
dikenal berbagai macam ragam bahasa dengan pembagiannya masing-masing, seperti
ragam formal-semi formal-nonformal; ujaran-tulisan; jurnalistik; iklan; populer
dan ilmiah.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001) dijelaskan bahwa ilmiah adalah bersifat ilmu; secara ilmu pengetahuan; memenuhi syarat (kaidah) ilmu pengetahuan. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa karya tulis ilmiah adalah karya tulis yang bersifat keilmuan. Sifat keilmuan ini terlihat pula dalam penggunaan bahasanya. Ragam bahasa yang digunakan dalam sebuah karya tulis ilmiah adalah ragam bahasa ilmiah. Ragam bahasa ilmiah merupakan bahasa dalam dunia pendidikan. Karena penutur ragam bahasa ini adalah orang yang berpendidikan, bahasa yang digunakan adalah bahasa yang dipelajari di sekolah/institusi pendidikan. Ragam bahasa ini dikenal pula dengan istilah ragam bahasa baku/standar. Menurut Hasan Alwi dkk. (2003: 13—14), ragam bahasa ini memiliki dua ciri, yaitu kemantapan dinamis dan kecendikiawan. Kemantapan dinamis berarti aturan dalam ragam bahasa ini telah berlaku dengan mantap, tetapi bahasa ini tetap terbuka terhadap perubahan (terutama dalam kosakata dan istilah). Ciri kecendikiawan terlihat dalam penataan penggunaan bahasa secara teratur, logis, dan masuk akal. Ragam bahasa ini bersifat kaku dan terikat pada aturan-aturan bahasa yang berlaku.
Sebagai bahasa baku, terdapat standar tertentu yang harus dipenuhi dalam penggunaan ragam bahasa ilmiah. Standar tersebut meliputi penggunaan tata bahasa dan ejaan bahasa Indonesia baku. Tata bahasa Indonesia yang baku meliputi penggunaan kata, kalimat, dan paragraf yang sesuai dengan kaidah baku. Kaidah tata bahasa Indonesia yang baku adalah kaidah tata bahasa Indonesia sesuai dengan aturan berbahasa yang ditetapkan oleh Pusat Bahasa Indonesia. Sementara itu, kaidah ejaan bahasa Indonesia yang baku adalah kaidah ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan. Sesuai dengan ragam bahasanya, aturan-aturan ini mengikat penggunaan bahasa dalam karya tulis ilmiah.
Karya tulis ilmiah terbagi menjadi enam jenis, yaitu skripsi, tesis, disertasi (tugas akhir dalam pendidikan tinggi); laporan penelitian; makalah seminar; artikel ilmiah; makalah; dan laporan eksekutif. Pembahasan karya tulis ilmiah dalam tulisan ini akan difokuskan pada artikel ilmiah. Pemilihan ini dilakukan dengan dasar pemikiran artikel ilmiah yang dimuat dalam jurnal/ majalah ilmiah merupakan salah satu bentuk karya tulis ilmiah yang sudah dipublikasikan.
1.2. Rumusan Masalah
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001) dijelaskan bahwa ilmiah adalah bersifat ilmu; secara ilmu pengetahuan; memenuhi syarat (kaidah) ilmu pengetahuan. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa karya tulis ilmiah adalah karya tulis yang bersifat keilmuan. Sifat keilmuan ini terlihat pula dalam penggunaan bahasanya. Ragam bahasa yang digunakan dalam sebuah karya tulis ilmiah adalah ragam bahasa ilmiah. Ragam bahasa ilmiah merupakan bahasa dalam dunia pendidikan. Karena penutur ragam bahasa ini adalah orang yang berpendidikan, bahasa yang digunakan adalah bahasa yang dipelajari di sekolah/institusi pendidikan. Ragam bahasa ini dikenal pula dengan istilah ragam bahasa baku/standar. Menurut Hasan Alwi dkk. (2003: 13—14), ragam bahasa ini memiliki dua ciri, yaitu kemantapan dinamis dan kecendikiawan. Kemantapan dinamis berarti aturan dalam ragam bahasa ini telah berlaku dengan mantap, tetapi bahasa ini tetap terbuka terhadap perubahan (terutama dalam kosakata dan istilah). Ciri kecendikiawan terlihat dalam penataan penggunaan bahasa secara teratur, logis, dan masuk akal. Ragam bahasa ini bersifat kaku dan terikat pada aturan-aturan bahasa yang berlaku.
Sebagai bahasa baku, terdapat standar tertentu yang harus dipenuhi dalam penggunaan ragam bahasa ilmiah. Standar tersebut meliputi penggunaan tata bahasa dan ejaan bahasa Indonesia baku. Tata bahasa Indonesia yang baku meliputi penggunaan kata, kalimat, dan paragraf yang sesuai dengan kaidah baku. Kaidah tata bahasa Indonesia yang baku adalah kaidah tata bahasa Indonesia sesuai dengan aturan berbahasa yang ditetapkan oleh Pusat Bahasa Indonesia. Sementara itu, kaidah ejaan bahasa Indonesia yang baku adalah kaidah ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan. Sesuai dengan ragam bahasanya, aturan-aturan ini mengikat penggunaan bahasa dalam karya tulis ilmiah.
Karya tulis ilmiah terbagi menjadi enam jenis, yaitu skripsi, tesis, disertasi (tugas akhir dalam pendidikan tinggi); laporan penelitian; makalah seminar; artikel ilmiah; makalah; dan laporan eksekutif. Pembahasan karya tulis ilmiah dalam tulisan ini akan difokuskan pada artikel ilmiah. Pemilihan ini dilakukan dengan dasar pemikiran artikel ilmiah yang dimuat dalam jurnal/ majalah ilmiah merupakan salah satu bentuk karya tulis ilmiah yang sudah dipublikasikan.
1.2. Rumusan Masalah
Penggunaan bahasa ilmiah diikuti
dengan tuntutan mengikuti kaidah tata bahasa dan ejaan bahasa Indonesia yang
baku. Namun, ada pula penulis artikel ilmiah yang menggunakan susunan kalimat
kurang baku Ada dua rumusan masalah yang akan dibahas dalam tulisan ini.
Rumusan masalah tersebut adalah bagaimana ciri penggunaan bahasa ilmiah yang
baik? Bagaimana implementasi penggunaan tata bahasa Indonesia pada artikel
ilmiah?
1.3. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Tujuan dalam penulisan ini adalah mendeskripsikan ciri-ciri bahasa ilmiah dalam karya tulis ilmiah, khususnya artikel ilmiah, serta melihat implementasi penggunaan tata bahasa Indonesia dalam artikel ilmiah. Tulisan ini diharapkan dapat membantu memberi gambaran mengenai bahasa ilmiah. Analisis ini dapat digunakan sebagai acuan para penulis artikel untuk menulis dengan menggunakan tata bahasa yang baku.
1.4. Metode
Analisis penggunaan tata bahasa dalam artikel ilmiah pada tulisan ini dilakukan dengan analisis pustaka dan observasi terhadap penggunaan bahasa dalam majalah-majalah ilmiah. Sebagai alat bantu untuk mendeskripsikan bahasa ilmiah, digunakan kaidah tata bahasa Indonesia sesuai dengan aturan berbahasa yang ditetapkan oleh Pusat Bahasa Indonesia, yaituTata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, danKamus Besar Bahasa Indonesia. Implementasi penggunaan bahasa dalam artikel ilmiah dilihat secara acak dalam beberapa artikel ilmiah berbahasa Indonesia.
Pembahasan mengenai penggunaan bahasa dalam karya tulis ilmiah ini dibagi dalam tujuh bagian. Bagian pertama, pendahuluan, menjelaskan dasar pemikiran tulisan ini secara sederhana. Bagian-bagian selanjutnya, menjelaskan penggunaan ragam bahasa ilmiah tersebut secara spesifik yaitu format penulisan, pilihan kata, kalimat efektif, kesatuan wacana, dan pedoman penulisan (ejaan). Sebagai penutup, disajikan pula kesimpulan singkat.
HASIL PEMBAHASAN
Format Penulisan
1.3. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Tujuan dalam penulisan ini adalah mendeskripsikan ciri-ciri bahasa ilmiah dalam karya tulis ilmiah, khususnya artikel ilmiah, serta melihat implementasi penggunaan tata bahasa Indonesia dalam artikel ilmiah. Tulisan ini diharapkan dapat membantu memberi gambaran mengenai bahasa ilmiah. Analisis ini dapat digunakan sebagai acuan para penulis artikel untuk menulis dengan menggunakan tata bahasa yang baku.
1.4. Metode
Analisis penggunaan tata bahasa dalam artikel ilmiah pada tulisan ini dilakukan dengan analisis pustaka dan observasi terhadap penggunaan bahasa dalam majalah-majalah ilmiah. Sebagai alat bantu untuk mendeskripsikan bahasa ilmiah, digunakan kaidah tata bahasa Indonesia sesuai dengan aturan berbahasa yang ditetapkan oleh Pusat Bahasa Indonesia, yaituTata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, danKamus Besar Bahasa Indonesia. Implementasi penggunaan bahasa dalam artikel ilmiah dilihat secara acak dalam beberapa artikel ilmiah berbahasa Indonesia.
Pembahasan mengenai penggunaan bahasa dalam karya tulis ilmiah ini dibagi dalam tujuh bagian. Bagian pertama, pendahuluan, menjelaskan dasar pemikiran tulisan ini secara sederhana. Bagian-bagian selanjutnya, menjelaskan penggunaan ragam bahasa ilmiah tersebut secara spesifik yaitu format penulisan, pilihan kata, kalimat efektif, kesatuan wacana, dan pedoman penulisan (ejaan). Sebagai penutup, disajikan pula kesimpulan singkat.
HASIL PEMBAHASAN
Format Penulisan
Artikel ilmiah merupakan tulisan
ilmiah yang diterbitkan dalam jurnal ilmiah. Setiap jurnal memiliki syarat
penyajian tulisan yang berbeda-beda. Walaupun begitu, unsur-unsur tulisan yang
biasa dapat ditemui adalah abstrak, kata kunci, pendahuluan (latar belakang,
tujuan, masalah penelitian, dan metode penelitian), batang tubuh (hasil dan
pembahasan penelitian), dan kesimpulan. Karena keterbatasan tempat dalam jurnal
ilmiah, pembatasan jumlah halaman dalam artikel ilmiah berlaku ketat.
Tiap bidang ilmu mempunyai
konvensi naskah yang berbeda-beda. Namun secara umum, pembagian dalam sebuah
kerangka pikiran (tulisan maupun ujaran) terdiri atas pendahuluan, isi, dan
penutup. Setiap bagian tersebut berkaitan satu sama lain sehingga membangun
satu kepaduan yang utuh.
Secara tradisional, bidang ilmu dibagi menjadi ilmu alam dan sosial. Jika diperhatikan, ada perbedaan format penulisan pada karya tulis ilmiah dua bidang ilmu ini. Ilmu alam menggunakan alam sebagai objek penelitiannya. Dalam penulisan karya tulis ilmiah bidang ilmu alam, langkah-langkah penelitian dicantumkan secara terperinci sehingga keteraturan/ urutan penulisan terlihat secara eksplisit. Berbeda dengan ilmu alam, ilmu sosial menggunakan perilaku manusia sebagai objek penelitiannya. Oleh karena itu, dalam karya tulis ilmiah bidang sosial, pembahasan penelitian disajikan dalam bentuk penggambaran (deskriptif).
Secara tradisional, bidang ilmu dibagi menjadi ilmu alam dan sosial. Jika diperhatikan, ada perbedaan format penulisan pada karya tulis ilmiah dua bidang ilmu ini. Ilmu alam menggunakan alam sebagai objek penelitiannya. Dalam penulisan karya tulis ilmiah bidang ilmu alam, langkah-langkah penelitian dicantumkan secara terperinci sehingga keteraturan/ urutan penulisan terlihat secara eksplisit. Berbeda dengan ilmu alam, ilmu sosial menggunakan perilaku manusia sebagai objek penelitiannya. Oleh karena itu, dalam karya tulis ilmiah bidang sosial, pembahasan penelitian disajikan dalam bentuk penggambaran (deskriptif).
Pilihan Kata (Diksi)
Pilihan kata atau diksi dalam
sebuah karya tulis ilmiah akan mempengaruhi kesan dan makna yang ditimbulkan.
Hal ini merupakan salah satu unsur dalam artikel ilmiah. Pemilihan kata dalam
satu ragam bahasa berkaitan dengan ketepatan pemilihan kata dan kesesuaian
pemilihan kata.
Menurut Gorys Keraf (2005: 87), ketepatan pemilihan kata berkaitan dengan menggunakan kata secara tepat yang berarti menggunakan kata sesuai dengan makna yang ingin dicapai. Sementara itu, kesesuaian pemilihan kata berkaitan dengan suasana dan lingkungan berbahasa. Dalam artikel ilmiah, suasana dan lingkungan bahasa yang digunakan adalah formal dengan bahasa standar/baku. Dalam makalah ini, dibahas beberapa hal yang berkaitan dengan ketepatan dan kesesuaian pemilihan kata dalam artikel ilmiah, yaitu:
Menurut Gorys Keraf (2005: 87), ketepatan pemilihan kata berkaitan dengan menggunakan kata secara tepat yang berarti menggunakan kata sesuai dengan makna yang ingin dicapai. Sementara itu, kesesuaian pemilihan kata berkaitan dengan suasana dan lingkungan berbahasa. Dalam artikel ilmiah, suasana dan lingkungan bahasa yang digunakan adalah formal dengan bahasa standar/baku. Dalam makalah ini, dibahas beberapa hal yang berkaitan dengan ketepatan dan kesesuaian pemilihan kata dalam artikel ilmiah, yaitu:
1. Sinonim
a. air kencing—air pipis—air seni—urin
Air kencing adik berwarna keruh.
Air pipis adik berwarna keruh.
Air seni adik berwarna keruh.
Urin adik berwarna keruh.
Sinonim merujuk pada kata-kata dengan makna yang (hampir) serupa. Pada contoh penggunaan sinonim di atas, bahasa yang standar (baku) adalah air seni dan atau urin (dalam bidang kedokteran).
b. mengemukakan—mengatakan—menyuarakan.
Ia mengemukakan pendapatnya.
Ia mengatakan pendapatnya.
Ia menyuarakan pendapatnya.
Untuk menhindari kebosanan karena menggunakan kata yang itu-itu saja, dapat dipilih sinonim yang penggunaannya tepat (sesuai konteks)
2. Kata umum—kata khusus
Kendaraan—Kendaraan bermotor—Kendaraan (bermotor) umum—Angkot
a. Penelitian terhadap gas yang dihasilkan kendaraan dianggap berhasil.
b. Penelitian terhadap gas yang dihasilkan kendaraan bermotor dianggap berhasil.
c. Penelitian terhadap gas yang dihasilkan kendaraan umum dianggap berhasil.
d. Penelitian terhadap gas yang dihasilkan angkot dianggap berhasil.
a. air kencing—air pipis—air seni—urin
Air kencing adik berwarna keruh.
Air pipis adik berwarna keruh.
Air seni adik berwarna keruh.
Urin adik berwarna keruh.
Sinonim merujuk pada kata-kata dengan makna yang (hampir) serupa. Pada contoh penggunaan sinonim di atas, bahasa yang standar (baku) adalah air seni dan atau urin (dalam bidang kedokteran).
b. mengemukakan—mengatakan—menyuarakan.
Ia mengemukakan pendapatnya.
Ia mengatakan pendapatnya.
Ia menyuarakan pendapatnya.
Untuk menhindari kebosanan karena menggunakan kata yang itu-itu saja, dapat dipilih sinonim yang penggunaannya tepat (sesuai konteks)
2. Kata umum—kata khusus
Kendaraan—Kendaraan bermotor—Kendaraan (bermotor) umum—Angkot
a. Penelitian terhadap gas yang dihasilkan kendaraan dianggap berhasil.
b. Penelitian terhadap gas yang dihasilkan kendaraan bermotor dianggap berhasil.
c. Penelitian terhadap gas yang dihasilkan kendaraan umum dianggap berhasil.
d. Penelitian terhadap gas yang dihasilkan angkot dianggap berhasil.
Setiap kata yang digunakan pada
kalimat-kalimat di atas, semakin lama semakin khusus. Hal ini terlihat dari
semakin khusus (sempit) makna yang digunakan pada kata-kata di atas (sesuai
urutannya). Kata yang semakin sempit tujuannya itulah yang disebut dengan kata
khusus.
3. Kata indria
Kata indria merupakan kata yang menunjukkan perasaan/ pengalaman dengan pancaindra, seperti panas, manis, keras, apak, desing, dan mengilat. Penggunaan kata-kata indria ini dapat saling tumpang tindih. Gejala seperti ini disebut dengan sinestesia. Perhatikan contoh berikut.
a. Ibu membuat teh manis.
b. Gadis itu manis sekali.
4. Kelangsungan pilihan kata
Kelangsungan pilihan kata berkaitan kata demi kata yang dipilih sehingga dapat menyampaikan gagasan secara tepat, efektif, dan efisien. Hal ini menyangkut penghamburan kata, ambiguitas makna, kesalahan ejaan, dsb. Perhatikan contoh-contoh berikut:
Tabel. 1 Hubungan Antara Panjang Kalimat dan Keterbacaan
3. Kata indria
Kata indria merupakan kata yang menunjukkan perasaan/ pengalaman dengan pancaindra, seperti panas, manis, keras, apak, desing, dan mengilat. Penggunaan kata-kata indria ini dapat saling tumpang tindih. Gejala seperti ini disebut dengan sinestesia. Perhatikan contoh berikut.
a. Ibu membuat teh manis.
b. Gadis itu manis sekali.
4. Kelangsungan pilihan kata
Kelangsungan pilihan kata berkaitan kata demi kata yang dipilih sehingga dapat menyampaikan gagasan secara tepat, efektif, dan efisien. Hal ini menyangkut penghamburan kata, ambiguitas makna, kesalahan ejaan, dsb. Perhatikan contoh-contoh berikut:
Tabel. 1 Hubungan Antara Panjang Kalimat dan Keterbacaan
5. Istilah dan jargon
Istilah adalah kata atau gabungan kata yang secara cermat mengungkapkan makna konsep, proses, keadaan, atau sifat yang khas dalam bidang ilmu tertentu. Sementara itu, jargon adalah kata-kata teknis atau rahasia dalam suatu bidang ilmu tertentu, dalam bidang seni, perdagangan, kumpulan rahasia, atau kelompok-kelompok khusus lainnya (Keraf, 2005: 107). Antara istilah dan jargon, terdapat ketumpangtindihan makna. Pada dasarnya, jargon merupakan bahasa atau kata yang khusus sekali.
6. Kata populer dan ilmiah
Kata populer adalah kata yang lazim digunakan oleh masyarakat luas dalam kegiatan sehari-hari. Kata ini tentu berbeda dengan kata ilmiah yang merujuk pada bahasa ilmiah. Untuk lebih jelasnya, perhatikan contoh berikut:.
a. orang sakit—pasien (kata populer—kata ilmiah)
b. pecahan—fraksi (kata populer—kata ilmiah)
c. kolot—konservatif (kata populer—kata ilmiah)
7. Kata slang
Kata slang adalah kata yang digunakan pada ragam percakapan yang khas. Misalnya, bahasa gaul. Bahasa seperti ini tidak bisa digunakan dalam karya tulis ilmiah karena merupakan bahasa nonstandar.
8. Idiom
Idiom adalah pola-pola struktural yang menyimpang dari kaidah-kaidah bahasa yang umum, biasanya berbentuk frase, sedangkan artinya tidak bisa diterangkan secara logis atau gramatikal dengan bertumpu pada makna-makna yang membentuknya (Keraf, 2005: 109) Contohnya, makan garam, banting tulang. Selain itu, dalam menulis karya tulis ilmiah perhatikan pula penggunaan kata depan yang dilekatkan secara idiomatis pada kata kerja tertentu, seperti berbahaya bagi, selaras dengan, terdiri atas.
Istilah adalah kata atau gabungan kata yang secara cermat mengungkapkan makna konsep, proses, keadaan, atau sifat yang khas dalam bidang ilmu tertentu. Sementara itu, jargon adalah kata-kata teknis atau rahasia dalam suatu bidang ilmu tertentu, dalam bidang seni, perdagangan, kumpulan rahasia, atau kelompok-kelompok khusus lainnya (Keraf, 2005: 107). Antara istilah dan jargon, terdapat ketumpangtindihan makna. Pada dasarnya, jargon merupakan bahasa atau kata yang khusus sekali.
6. Kata populer dan ilmiah
Kata populer adalah kata yang lazim digunakan oleh masyarakat luas dalam kegiatan sehari-hari. Kata ini tentu berbeda dengan kata ilmiah yang merujuk pada bahasa ilmiah. Untuk lebih jelasnya, perhatikan contoh berikut:.
a. orang sakit—pasien (kata populer—kata ilmiah)
b. pecahan—fraksi (kata populer—kata ilmiah)
c. kolot—konservatif (kata populer—kata ilmiah)
7. Kata slang
Kata slang adalah kata yang digunakan pada ragam percakapan yang khas. Misalnya, bahasa gaul. Bahasa seperti ini tidak bisa digunakan dalam karya tulis ilmiah karena merupakan bahasa nonstandar.
8. Idiom
Idiom adalah pola-pola struktural yang menyimpang dari kaidah-kaidah bahasa yang umum, biasanya berbentuk frase, sedangkan artinya tidak bisa diterangkan secara logis atau gramatikal dengan bertumpu pada makna-makna yang membentuknya (Keraf, 2005: 109) Contohnya, makan garam, banting tulang. Selain itu, dalam menulis karya tulis ilmiah perhatikan pula penggunaan kata depan yang dilekatkan secara idiomatis pada kata kerja tertentu, seperti berbahaya bagi, selaras dengan, terdiri atas.
Kalimat Efektif
Kalimat efektif adalah kalimat
yang dapat mengungkapkan gagasan penutur/ penulisnya dengan baik sehingga
pendengar/ pembaca akan menangkap gagasan di balik kalimat tersebut dengan
tepat. Karena tujuan seseorang menulis adalah mengkomunikasikan gagasan yang
dimilikinya, kalimat efektif merupakan sarana yang tepat untuk mencapai tujuan
tersebut. Dalam kegiatan menulis, populer maupun ilmiah, laporan maupun
artikel, kalimat yang digunakan berupa kalimat efektif. Menurut Gorys Keraf
(1993) syarat-syarat kalimat efektif adalah sebagai berikut.
1. Kesatuan Gagasan
Kesatuan gagasan mengacu pada bagaimana perilaku fungsi-fungsi kalimat dalam satu kalimat. Syarat utama untuk membentuk sebuah kalimat lengkap adalah adanya fungsi subjek dan predikat. Jika dirasa perlu, fungsi-fungsi ini dapat ditambahkan dan diperluas dengan fungsi lainnya.
Contoh:
1. Kesatuan Gagasan
Kesatuan gagasan mengacu pada bagaimana perilaku fungsi-fungsi kalimat dalam satu kalimat. Syarat utama untuk membentuk sebuah kalimat lengkap adalah adanya fungsi subjek dan predikat. Jika dirasa perlu, fungsi-fungsi ini dapat ditambahkan dan diperluas dengan fungsi lainnya.
Contoh:
a. Pada pembiayaan mudhabarah
tidak berpartisipasi dalam manajemen bisnis yang dibiayainya.
Kalimat di atas tidak menunjukkan kesatuan gagasan karena subjek dalam kalimat di atas tidak ada. Siapakah yang tidak berpartisipasi dalam manejemen bisnis yang dibiayainya? Mengacu kepada siapakah partikel –nya pada kata dibiayainya? Bandingkan dengan kalimat berikut. Pada pembiayaan mudhabarah, konsumen tidak berpartisipasi dalam manajemen bisnis yang dibiayainya.
b. Karena asam amino ini merupakan faktor pembatas pada pakan nabati.
Kata karena merupakan konjungsi yang menunjukkan hubungan alasan/sebab. Konjungsi ini berfungsi menghubungkan anak kalimat (alasan/sebab) dengan induk kalimat dalam kalimat majemuk bertingkat. Pada kalimat di atas, penyebab (induk kalimat) tidak nampak.
2. Koherensi yang baik dan kompak.
Koherensi yang baik dan kompak mengacu pada hubungan antarunsur pembentuk kalimat. Dalam hal ini, urutan kata menjadi hal yang perlu diperhatikan. Perhatikan contoh berikut:
a. Tes tersebut dibuat oleh guru bidang studi yang berjumlah 25 item.
b. Tes yang berjumlah 25 item tersebut dibuat oleh guru bidang studi.
3. Penekanan
Dalam sebuah kalimat, umumnya terdapat satu hal/topik yang ingin ditekankan. Melalui beberapa cara, penekanan tersebut akan terasa nyata. Coba perhatikan contoh berikut ini.
a. Beberapa daerah sudah mencapai TFR kurang dari dua dan angka prevelensi kontrasepsi yang cukup tinggi.
b. TFR kurang dari dua dan angka prevelensi kontrsepsi yang cukup tinggi sudah dicapai beberapa daerah.
c. Beberapa daerah pun sudah mencapai kurang dari dua angka prevelensi kontrasepsi yang cukup tinggi.
Dari contoh di atas, terlihat cara untuk memberi penekanan adalah meletakkan topik di awal kalimat atau menggunakan partikel penekan (pun). Selain cara di atas, dapat pula digunakan pertentangan atau repetisi (pengulangan).
4. Variasi
Untuk menghindari kebosanan karena menggunakan kata atau pola kalimat yang itu-itu saja, digunakan variasi. Dalam kosakata, variasi berkaitan erat dengan sinonim. Untuk lebih jelasnya, perhatikan kembali pembahasan mengenai pilihan kata (sinonim).
5. Paralelisme
Paralelisme menekankan pada penggunakan jenis dan pola yang sama dalam kalimat. Fungsi-fungsi dalam satu kalimat terbentuk dari pola yang sama. Misalnya, jika dalam sebuah kalimat terdapat predikat lebih dari satu, imbuhan dalam predikat-predikat tersebut sama. Perhatikan kalimat-kalimat berikut.
a. Fungsi enzim di antaranya adalah membantu proses metabolisme dan dapat digunakan mencegah infeksi.
b. Fungsi enzim di antaranya adalah membantu proses metabolisme dan mencegah infeksi.
6. Penalaran atau Logika
Salah satu ciri bahasa ilmiah adalah logis. Hal ini berarti pernyataan dalam kalimat yang digunakan dalam karya tulis ilmiah sesuai dengan logika. Perhatikan contoh berikut.
a. Secara umum, pendekatan kultural lebih optimis daripada kedua pendekatan sebelumnya...
Pertanyaan yang muncul dari kalimat di atas adalah, siapa yang merasa lebih optimis? Apakah mungkin, sebuah pendekatan (dalam hal ini pendekatan kultural) dapat merasakan optimisme? Perasaan (optimis) tentunya dapat dirasakan oleh manusia, bukan pendekatan.
Selain syarat di atas, ada pula satu hal lagi yang perlu diperhatikan, yaitu panjang kalimat. Logikanya, semakin kompleks dan panjang kalimat, maka semakin sulit pula kalimat tersebut dipahami. Perhatikan kalimat berikut.
Salah satu sistem yang sangat mungkin dikembangkan di Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama islam adalah dengan mengoptimalkan fungsi zakat, di antaranya dengan menciptakan akumulasi modal yang diharapkan dapat menciptakan dunia usaha baru, terutama pada sektor ekonomi kerakyatan dalam bentuk industri skala kecil sehingga dari sektor ekonomi yang dibentuk akan dapat menyerap banyak tenaga kerja yang pada akhirnya akan berdampak kepada ekonomi rakyat.
Dalam makalah yang disampaikan Felicia N. Utorodewo dalam seminar ”Sejarah Bahasa Melayu/Bahasa Indonesia dalam Jurnalistik” di FIB UI disebutkan penelitian Mencher mengenai panjang kalimat, yaitu:
Kalimat di atas tidak menunjukkan kesatuan gagasan karena subjek dalam kalimat di atas tidak ada. Siapakah yang tidak berpartisipasi dalam manejemen bisnis yang dibiayainya? Mengacu kepada siapakah partikel –nya pada kata dibiayainya? Bandingkan dengan kalimat berikut. Pada pembiayaan mudhabarah, konsumen tidak berpartisipasi dalam manajemen bisnis yang dibiayainya.
b. Karena asam amino ini merupakan faktor pembatas pada pakan nabati.
Kata karena merupakan konjungsi yang menunjukkan hubungan alasan/sebab. Konjungsi ini berfungsi menghubungkan anak kalimat (alasan/sebab) dengan induk kalimat dalam kalimat majemuk bertingkat. Pada kalimat di atas, penyebab (induk kalimat) tidak nampak.
2. Koherensi yang baik dan kompak.
Koherensi yang baik dan kompak mengacu pada hubungan antarunsur pembentuk kalimat. Dalam hal ini, urutan kata menjadi hal yang perlu diperhatikan. Perhatikan contoh berikut:
a. Tes tersebut dibuat oleh guru bidang studi yang berjumlah 25 item.
b. Tes yang berjumlah 25 item tersebut dibuat oleh guru bidang studi.
3. Penekanan
Dalam sebuah kalimat, umumnya terdapat satu hal/topik yang ingin ditekankan. Melalui beberapa cara, penekanan tersebut akan terasa nyata. Coba perhatikan contoh berikut ini.
a. Beberapa daerah sudah mencapai TFR kurang dari dua dan angka prevelensi kontrasepsi yang cukup tinggi.
b. TFR kurang dari dua dan angka prevelensi kontrsepsi yang cukup tinggi sudah dicapai beberapa daerah.
c. Beberapa daerah pun sudah mencapai kurang dari dua angka prevelensi kontrasepsi yang cukup tinggi.
Dari contoh di atas, terlihat cara untuk memberi penekanan adalah meletakkan topik di awal kalimat atau menggunakan partikel penekan (pun). Selain cara di atas, dapat pula digunakan pertentangan atau repetisi (pengulangan).
4. Variasi
Untuk menghindari kebosanan karena menggunakan kata atau pola kalimat yang itu-itu saja, digunakan variasi. Dalam kosakata, variasi berkaitan erat dengan sinonim. Untuk lebih jelasnya, perhatikan kembali pembahasan mengenai pilihan kata (sinonim).
5. Paralelisme
Paralelisme menekankan pada penggunakan jenis dan pola yang sama dalam kalimat. Fungsi-fungsi dalam satu kalimat terbentuk dari pola yang sama. Misalnya, jika dalam sebuah kalimat terdapat predikat lebih dari satu, imbuhan dalam predikat-predikat tersebut sama. Perhatikan kalimat-kalimat berikut.
a. Fungsi enzim di antaranya adalah membantu proses metabolisme dan dapat digunakan mencegah infeksi.
b. Fungsi enzim di antaranya adalah membantu proses metabolisme dan mencegah infeksi.
6. Penalaran atau Logika
Salah satu ciri bahasa ilmiah adalah logis. Hal ini berarti pernyataan dalam kalimat yang digunakan dalam karya tulis ilmiah sesuai dengan logika. Perhatikan contoh berikut.
a. Secara umum, pendekatan kultural lebih optimis daripada kedua pendekatan sebelumnya...
Pertanyaan yang muncul dari kalimat di atas adalah, siapa yang merasa lebih optimis? Apakah mungkin, sebuah pendekatan (dalam hal ini pendekatan kultural) dapat merasakan optimisme? Perasaan (optimis) tentunya dapat dirasakan oleh manusia, bukan pendekatan.
Selain syarat di atas, ada pula satu hal lagi yang perlu diperhatikan, yaitu panjang kalimat. Logikanya, semakin kompleks dan panjang kalimat, maka semakin sulit pula kalimat tersebut dipahami. Perhatikan kalimat berikut.
Salah satu sistem yang sangat mungkin dikembangkan di Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama islam adalah dengan mengoptimalkan fungsi zakat, di antaranya dengan menciptakan akumulasi modal yang diharapkan dapat menciptakan dunia usaha baru, terutama pada sektor ekonomi kerakyatan dalam bentuk industri skala kecil sehingga dari sektor ekonomi yang dibentuk akan dapat menyerap banyak tenaga kerja yang pada akhirnya akan berdampak kepada ekonomi rakyat.
Dalam makalah yang disampaikan Felicia N. Utorodewo dalam seminar ”Sejarah Bahasa Melayu/Bahasa Indonesia dalam Jurnalistik” di FIB UI disebutkan penelitian Mencher mengenai panjang kalimat, yaitu:
Dalam bahasa Indonesia belum
diadakan penelitian yang dipublikasikan mengenai keefektifan kalimat
berdasarkan jumlah kata. Namun, penelitian di atas dapat memberikan sedikit
gambaran mengenai hubungan antara keefektifan kalimat dan jumlah kata dalam
satu kalimat. Walaupun begitu, ada pengecualian untuk kalimat panjang dengan
pembagian yang jelas. Perhatikan pula contoh berikut:
Berdasarkan rumusan masalah seperti yang telah diungkapkan sebelumnya, maka tujuan studi yang ingin dicapai adalah menganalisis derajat desentralisasi fiskal pada awal otonomi daerah pemerintah kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Timur; menganalisis tingkat kemandirian pemerintahan kabupaten dan kota pada awal otonomi daerah di Provinsi Jawa Timur; menganalisis elasitisas Pendapat Asli Daerah (PAD) pada awal otonomi daerah di Provinsi Jawa Timur; mengetahui jenjang posisi pemerintahan kabupaten dan kota pada awal otonomi daerah di Provinsi Jawa Timur.
Paragraf
Dalam buku Komposisi (Keraf, 1997: 62—66) dikatakan bahwa paragraf merupakan himpunan dari kalimat-kalimat yang bertalian dalam suatu rangkaian untuk membentuk sebuah gagasan. Paragraf merupakan perluasan pikiran dari kalimat. Pembagian paragraf berdasarkan fungsinya dalam satu karangan akan mempermudah pembaca memahami struktur karangan.
Sebuah karangan yang dalam studi kasus ini berupa artikel ilmiah minimal terdiri atas tiga pembagian, yaitu pendahuluan, isi, penutup. Hal ini berlaku pula dalam penulisan paragraf. Dalam sebuah paragraf, terdapat kalimat pembuka, isi, dan penutup. Oleh karena itu, sebuah paragraf yang standar minimal terdiri atas tiga kalimat.
Dalam sebuah paragraf, terdapat kalimat yang menunjukkan gagasan utamanya. Kalimat tersebut disebut kalimat topik. Dari kalimat topik inilah sebuah paragraf kemudian dikembangkan. Dalam mengembangkan satu kalimat topik menjadi paragraf, perlu pula diperhatikan masalah urutan yang logis dan kepaduan bahasa. Kepaduan bahasa ini akan terlihat dari penggunaan kata-kata yang merujuk pada bagian sebelumnya sehingga topik yang dibahas dalam sebuah paragraf tidak meluas tak terarah.
Pedoman Penulisan
Dalam setiap bahasa, terdapat pedoman penulisan yang perlu diperhatikan. Pedoman ini dibuat untuk mempermudah penggunaan dan pemahaman terhadap suatu bahasa. Dalam bahasa Indonesia, terdapat dua panduan yang dijadikan acuan, yaitu Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EyD). KBBI merupakan pedoman mengenai tata cara penulisan dan makna kata. Hal ini berbeda dengan EyD yang berisi aturan-aturan mengenai pungtuasi (tanda baca).
Pedoman penulisan yang terdapat dalam KBBI dan EyD bersifat mengikat penggunanya. Makalah ini tidak akan membahas aturan dalam kedua pedoman tersebut satu per satu. Apabila dibutuhkan, seorang peneliti/penulis tidak perlu merasa ragu atau malu untuk membuka-buka kembali kedua pedoman ini. Apa yang akan dibahas dalam makalah ini hanyalah aturan-aturan yang lebih bersifat khusus.
Setiap bidang ilmu mempunyai kekhasan dalam tata cara penulisan. Ada aturan-aturan khusus yang berlaku mengikat penggunanya. Berikut ini beberapa aturan khusus kebidangan :
1. Penggunaan istilah asing
Dalam buku Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (2003) telah dijelaskan bahwa huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama ilmiah atau ungkapan asing kecuali yang telah disesuaikan ejaannya Hal ini menujukkan bahwa penggunaan kata atau ungkapan asing dalam artikel ataupun karya tulis lainnya diperbolehkan. Namun, apabila kata atau ungkapan yang digunakan tersebut belum banyak digunakan, ada baiknya diberikan penjelasan. Dengan begitu, pembaca tidak bingung. Perhatikan contoh berikut:
a. Pengambilan keputusan strategik sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai (value) atau harapan (expectation).
b. Investasi (pembiayaan)
2. Lambang
Ada banyak karya tulis yang menggunakan satuan. Mien E. Rifai (1995) menyatakan, “Satuan dasar yang dianut secara universal memakai Satuan Sistem Internasional (biasa disingkat SI dari Systeme international d’unites).” Contoh SI adalah:
kilogram—kg --> 5 kg
meter—m --> 10 m
ampere—A --> 2 A
Berdasarkan rumusan masalah seperti yang telah diungkapkan sebelumnya, maka tujuan studi yang ingin dicapai adalah menganalisis derajat desentralisasi fiskal pada awal otonomi daerah pemerintah kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Timur; menganalisis tingkat kemandirian pemerintahan kabupaten dan kota pada awal otonomi daerah di Provinsi Jawa Timur; menganalisis elasitisas Pendapat Asli Daerah (PAD) pada awal otonomi daerah di Provinsi Jawa Timur; mengetahui jenjang posisi pemerintahan kabupaten dan kota pada awal otonomi daerah di Provinsi Jawa Timur.
Paragraf
Dalam buku Komposisi (Keraf, 1997: 62—66) dikatakan bahwa paragraf merupakan himpunan dari kalimat-kalimat yang bertalian dalam suatu rangkaian untuk membentuk sebuah gagasan. Paragraf merupakan perluasan pikiran dari kalimat. Pembagian paragraf berdasarkan fungsinya dalam satu karangan akan mempermudah pembaca memahami struktur karangan.
Sebuah karangan yang dalam studi kasus ini berupa artikel ilmiah minimal terdiri atas tiga pembagian, yaitu pendahuluan, isi, penutup. Hal ini berlaku pula dalam penulisan paragraf. Dalam sebuah paragraf, terdapat kalimat pembuka, isi, dan penutup. Oleh karena itu, sebuah paragraf yang standar minimal terdiri atas tiga kalimat.
Dalam sebuah paragraf, terdapat kalimat yang menunjukkan gagasan utamanya. Kalimat tersebut disebut kalimat topik. Dari kalimat topik inilah sebuah paragraf kemudian dikembangkan. Dalam mengembangkan satu kalimat topik menjadi paragraf, perlu pula diperhatikan masalah urutan yang logis dan kepaduan bahasa. Kepaduan bahasa ini akan terlihat dari penggunaan kata-kata yang merujuk pada bagian sebelumnya sehingga topik yang dibahas dalam sebuah paragraf tidak meluas tak terarah.
Pedoman Penulisan
Dalam setiap bahasa, terdapat pedoman penulisan yang perlu diperhatikan. Pedoman ini dibuat untuk mempermudah penggunaan dan pemahaman terhadap suatu bahasa. Dalam bahasa Indonesia, terdapat dua panduan yang dijadikan acuan, yaitu Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EyD). KBBI merupakan pedoman mengenai tata cara penulisan dan makna kata. Hal ini berbeda dengan EyD yang berisi aturan-aturan mengenai pungtuasi (tanda baca).
Pedoman penulisan yang terdapat dalam KBBI dan EyD bersifat mengikat penggunanya. Makalah ini tidak akan membahas aturan dalam kedua pedoman tersebut satu per satu. Apabila dibutuhkan, seorang peneliti/penulis tidak perlu merasa ragu atau malu untuk membuka-buka kembali kedua pedoman ini. Apa yang akan dibahas dalam makalah ini hanyalah aturan-aturan yang lebih bersifat khusus.
Setiap bidang ilmu mempunyai kekhasan dalam tata cara penulisan. Ada aturan-aturan khusus yang berlaku mengikat penggunanya. Berikut ini beberapa aturan khusus kebidangan :
1. Penggunaan istilah asing
Dalam buku Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (2003) telah dijelaskan bahwa huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama ilmiah atau ungkapan asing kecuali yang telah disesuaikan ejaannya Hal ini menujukkan bahwa penggunaan kata atau ungkapan asing dalam artikel ataupun karya tulis lainnya diperbolehkan. Namun, apabila kata atau ungkapan yang digunakan tersebut belum banyak digunakan, ada baiknya diberikan penjelasan. Dengan begitu, pembaca tidak bingung. Perhatikan contoh berikut:
a. Pengambilan keputusan strategik sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai (value) atau harapan (expectation).
b. Investasi (pembiayaan)
2. Lambang
Ada banyak karya tulis yang menggunakan satuan. Mien E. Rifai (1995) menyatakan, “Satuan dasar yang dianut secara universal memakai Satuan Sistem Internasional (biasa disingkat SI dari Systeme international d’unites).” Contoh SI adalah:
kilogram—kg --> 5 kg
meter—m --> 10 m
ampere—A --> 2 A
Penulisan satuan tidak diawali
dengan huruf kapital. Namun, jika satuan tersebut diambil dari nama orang,
penulisan dalam bentuk singkatnya menggunakan huruf kapital. Penulisan satuan
dalam bentuk singkat tidak menggunakan titik.
Sama seperti satuan dasar, penulisan satuan mata uang tidak diawali dengan huruf kapital. Namun, penulisan satuan mata uang dalam bentuk singkat, menggunakan lambang dan huruf kapital. Perhatikan contoh berikut.
10.000 rupiah --> Rp10.000,00
80.5 dolar Amerika --> US$80.5
25 yen --> Y25
Sama seperti satuan dasar, penulisan satuan mata uang tidak diawali dengan huruf kapital. Namun, penulisan satuan mata uang dalam bentuk singkat, menggunakan lambang dan huruf kapital. Perhatikan contoh berikut.
10.000 rupiah --> Rp10.000,00
80.5 dolar Amerika --> US$80.5
25 yen --> Y25
catatan: dalam bahasa Indonesia,
desimal ditunjukkan dengan penggunaan koma. Sebaliknya dalam bahasa Inggris,
desimal ditunjukkan dengan penggunaan titik.
Lambang usur zat (kimia) dituliskan berdasarkan aturan yang sudah berlaku internasional. Penulisan unsur zat dalam bahasa Indonesia tidak ditulis dalam cetak miring kecuali jika tidak menggunakan ejaan Indonesia. Contoh:
karbon—carbon --> C
kuprum --> Cu
Lambang usur zat (kimia) dituliskan berdasarkan aturan yang sudah berlaku internasional. Penulisan unsur zat dalam bahasa Indonesia tidak ditulis dalam cetak miring kecuali jika tidak menggunakan ejaan Indonesia. Contoh:
karbon—carbon --> C
kuprum --> Cu
Selain satuan dan lambang kimia,
dalam bidang-bidang ilmu tertentu, terdapat pula rumus. Rumus ini “bahasa”
tersendiri yang tidak boleh diubah-ubah penulisannya.
3. Penulisan nama Latin
Dalam bidang keilmuan tertentu, penggunaan nama Latin tidak bisa dihindarkan. Penggunaan nama Latin akan menjelaskan spesies makhluk hidup secara spesifik. Lalu, bagaimanakah cara penulisannya?
Dalam Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (2003:21) disebutkan, “Huruf kapital digunakan sebagai huruf pertama unsur-unsur nama orang.” Namun, bagaimana dengan unsur-unsur nama hewan atau tumbuhan? Selain itu, disebutkan pula, “Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama ilmiah atau ungkapan asing kecuali yang telah disesuaikan ejaannya.” (2003:26) Penjelasan lebih lanjut mengenai penulisan nama Latin ini dijelaskan Mien A. Rifai (1995:14), huruf miring digunakan pada nama ilmiah, marga, jenis, anak jenis, varietas, dan forma makhluk. Akan tetapi, nama ilmiah takson di atas tingkat marga tidak ditulis dengan huruf miring. Untuk lebih jelasnya, perhatikan contoh-contoh berikut:
Oryza sativa Linnaeus
Oryza sativa Linn.
Oryza sativa merupakan nama Latin untuk padi. Sebagaimana dijelaskan pada EyD, penulisan nama diawali dengan huruf kapital. Oleh karena itu, huruf O pada Oryza kapital. Namun, berbeda dengan tata cara penulisan nama orang, huruf kapital hanya dipakai pada huruf pertama kata pertama. Jadi, huruf s pada kata sativa tidak kapital. Huruf L pada kataLinnaeus dan Linn. mengacu pada nama orang (penemu). Oleh karena itu, tidak ditulis dengan huruf miring.
Felis domesticus strain Himalaya
Pada contoh di atas, kata Himalaya tidak menunjuk pada penemu jenis kucing tersebut. Katahimalaya mengacu pada tempat/ daerah asal kucing tersebut. Petunjuk mengenai hal itu adalah adanya kata strain sebelum himalaya.
3. Penulisan nama Latin
Dalam bidang keilmuan tertentu, penggunaan nama Latin tidak bisa dihindarkan. Penggunaan nama Latin akan menjelaskan spesies makhluk hidup secara spesifik. Lalu, bagaimanakah cara penulisannya?
Dalam Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (2003:21) disebutkan, “Huruf kapital digunakan sebagai huruf pertama unsur-unsur nama orang.” Namun, bagaimana dengan unsur-unsur nama hewan atau tumbuhan? Selain itu, disebutkan pula, “Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama ilmiah atau ungkapan asing kecuali yang telah disesuaikan ejaannya.” (2003:26) Penjelasan lebih lanjut mengenai penulisan nama Latin ini dijelaskan Mien A. Rifai (1995:14), huruf miring digunakan pada nama ilmiah, marga, jenis, anak jenis, varietas, dan forma makhluk. Akan tetapi, nama ilmiah takson di atas tingkat marga tidak ditulis dengan huruf miring. Untuk lebih jelasnya, perhatikan contoh-contoh berikut:
Oryza sativa Linnaeus
Oryza sativa Linn.
Oryza sativa merupakan nama Latin untuk padi. Sebagaimana dijelaskan pada EyD, penulisan nama diawali dengan huruf kapital. Oleh karena itu, huruf O pada Oryza kapital. Namun, berbeda dengan tata cara penulisan nama orang, huruf kapital hanya dipakai pada huruf pertama kata pertama. Jadi, huruf s pada kata sativa tidak kapital. Huruf L pada kataLinnaeus dan Linn. mengacu pada nama orang (penemu). Oleh karena itu, tidak ditulis dengan huruf miring.
Felis domesticus strain Himalaya
Pada contoh di atas, kata Himalaya tidak menunjuk pada penemu jenis kucing tersebut. Katahimalaya mengacu pada tempat/ daerah asal kucing tersebut. Petunjuk mengenai hal itu adalah adanya kata strain sebelum himalaya.
Oryza sp.
Felis sp.
Pongo spp.
Untuk menyingkat penulisan nama Latin, dapat dituliskan sp. atau spp. di belakang kata pertama nama Latin. Penulisan sp. dan spp. ini merujuk pada spesies dan subspesies. Tata cara penulisannya tidak dalam cetak miring.
Pongo spp.
Untuk menyingkat penulisan nama Latin, dapat dituliskan sp. atau spp. di belakang kata pertama nama Latin. Penulisan sp. dan spp. ini merujuk pada spesies dan subspesies. Tata cara penulisannya tidak dalam cetak miring.
4. Antara Bahasa Indonesia dan
Bahasa Inggris
Bahasa Inggris diakui sebagai bahasa internasional. Begitu pula dalam karya tulis ilmiah. Agar dapat mempublikasikan hasil penelitiannya pada masyarakat luas (dalam hal ini masyarakat internasional), ada banyak peneliti yang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar dalam karya tulis ilmiahnya.
Jika karya tulis ilmiah menggunakan bahasa pengantar Inggris (atau bahasa asing lainnya), pedoman dan aturan yang digunakan sesuai dengan bahasa yang digunakan. Jadi, jika bahasa pengantar yang digunakan adalah bahasa Inggris, pedoman dan aturan yang digunakan adalah pedoman dan aturan bahasa Inggris. Oleh karena itu, penggunaan bahasa di luar bahasa Inggris (bahasa Indonesia atau Latin) ditulis dalam cetak miring.
Kesimpulan
Ragam bahasa yang digunakan dalam karya tulis ilmiah adalah ragam bahasa ilmiah atau disebut juga bahasa standar (baku). Sebagai salah satu jenis dari karya tulis ilmiah, artikel ilmiah pun ditulis dengan menggunakan ragam bahasa ilmiah. Bahasa standar ini adalah bahasa yang dipelajari dalam institusi pendidikan. Sebagai bahasa standar, ada aturan-aturan tata bahasa dan pedoman ejaan yang perlu diikuti. Standar berbahasa yang perlu diperhatikan dalam ragam bahasa ini meliputi pemilihan kata yang tepat, kalimat efektif, kepaduan paragraf, dan pedoman penulisan. Berdasarkan pengamatan dapat diketahui bahwa dalam artikel ilmiah masih dapat ditemui penggunaan bahasa yang tidak sesuai dengan standar aturan berbahasa Indonesia. Penggunaan bahasa yang tidak sesuai tersebut dapat ditemukan berupa ketidaktepatan dalam penggunaan/ penyusunan kata, kalimat, paragraf, dan pedoman penulisan.
Daftar Pustaka
Alwi, Hasan, dkk (2003): Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta, PT Balai Pustaka.
Keraf, Gorys (1997): Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende—Flores, Penerbit Nusa Indah.
Keraf, Gorys (2005): Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama.
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Diknas RI. (1989): Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Jakarta, Balai Pustaka.
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Diknas RI. (2001): Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta, Balai Pustaka.
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Diknas RI. (2003): Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Jakarta, Balai Pustaka.
Rifai, Mien A. (1995): Pegangan Gaya Penulisan, Penyuntingan, dan Penerbitan Karya Ilmiah Indonesia. Yogyakarta, Gadjah Mada University Press.
Utorodewo, Felicia N. (2003): Makalah Materi Bahasa Indonesia: Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah. (http://pdpt.ui.ac.id/mobm/BahasaIndonesia.html)
Utorodewo, Felicia N. (2003): Bahasa Jurnalistik dalam seminar Sejarah Bahasa Melayu/Bahasa Indonesia dalam Jurnalistik. Proram Studi Indonesia Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Jakarta, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia.
Bahasa Inggris diakui sebagai bahasa internasional. Begitu pula dalam karya tulis ilmiah. Agar dapat mempublikasikan hasil penelitiannya pada masyarakat luas (dalam hal ini masyarakat internasional), ada banyak peneliti yang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar dalam karya tulis ilmiahnya.
Jika karya tulis ilmiah menggunakan bahasa pengantar Inggris (atau bahasa asing lainnya), pedoman dan aturan yang digunakan sesuai dengan bahasa yang digunakan. Jadi, jika bahasa pengantar yang digunakan adalah bahasa Inggris, pedoman dan aturan yang digunakan adalah pedoman dan aturan bahasa Inggris. Oleh karena itu, penggunaan bahasa di luar bahasa Inggris (bahasa Indonesia atau Latin) ditulis dalam cetak miring.
Kesimpulan
Ragam bahasa yang digunakan dalam karya tulis ilmiah adalah ragam bahasa ilmiah atau disebut juga bahasa standar (baku). Sebagai salah satu jenis dari karya tulis ilmiah, artikel ilmiah pun ditulis dengan menggunakan ragam bahasa ilmiah. Bahasa standar ini adalah bahasa yang dipelajari dalam institusi pendidikan. Sebagai bahasa standar, ada aturan-aturan tata bahasa dan pedoman ejaan yang perlu diikuti. Standar berbahasa yang perlu diperhatikan dalam ragam bahasa ini meliputi pemilihan kata yang tepat, kalimat efektif, kepaduan paragraf, dan pedoman penulisan. Berdasarkan pengamatan dapat diketahui bahwa dalam artikel ilmiah masih dapat ditemui penggunaan bahasa yang tidak sesuai dengan standar aturan berbahasa Indonesia. Penggunaan bahasa yang tidak sesuai tersebut dapat ditemukan berupa ketidaktepatan dalam penggunaan/ penyusunan kata, kalimat, paragraf, dan pedoman penulisan.
Daftar Pustaka
Alwi, Hasan, dkk (2003): Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta, PT Balai Pustaka.
Keraf, Gorys (1997): Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende—Flores, Penerbit Nusa Indah.
Keraf, Gorys (2005): Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama.
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Diknas RI. (1989): Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Jakarta, Balai Pustaka.
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Diknas RI. (2001): Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta, Balai Pustaka.
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Diknas RI. (2003): Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Jakarta, Balai Pustaka.
Rifai, Mien A. (1995): Pegangan Gaya Penulisan, Penyuntingan, dan Penerbitan Karya Ilmiah Indonesia. Yogyakarta, Gadjah Mada University Press.
Utorodewo, Felicia N. (2003): Makalah Materi Bahasa Indonesia: Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah. (http://pdpt.ui.ac.id/mobm/BahasaIndonesia.html)
Utorodewo, Felicia N. (2003): Bahasa Jurnalistik dalam seminar Sejarah Bahasa Melayu/Bahasa Indonesia dalam Jurnalistik. Proram Studi Indonesia Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Jakarta, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia.
0 komentar:
Posting Komentar